“Sambil menunggu cat airnya kering, bisa sambil keplok-keplok”. Secara tak terduga Pak Agus melontarkan canda kecilnya, seketika seluruh ruangan dipenuhi suara tawa.
Pak
Agus begitu tertarik dan senang ketika kami minta untuk mengisi
workshop. Yang jadi pertimbangan kami dalam menjatuhkan pilihan
pemateri workshop kepada Pak Agus adalah karena beliau cukup produktif
mensketsa dan menjelang pameran malah makin sering mengunggah sketsa
di akun instagramnya. Beliau pun ternyata cukup nyaman dalam
membongkar tips maupun trik penggunaan cat air pada sketsa, yang disambut
dengan antusiasnya teman-teman peserta workshop.
Iya
saya kesulitan menuliskan suasana akrab dan menyenangkannya workshop
urbansketch yang digelar di Loop station Yogyakarta tanggal 23
April 2016. Tapi kata kuncinya adalah: sketsa, menggambar, tinta, cat
air, peralatan gambar dan teman-teman yang hobi atau punya
ketertarikan yang sama pada sketsa. Bayangkan jika semua hal ini ada
dalam satu tempat dan satu waktu. Semua itu dirangkum oleh IS Jogja
pada pameran yang diadakan pada tanggal 17-24 April 2016.
Sketsa acara pembukaan pameran. (karya Urip Tri Hasanah) |
2016 adalah tahun kelima Indonesia’s Sketchers Jogja atau biasa disebut IS Jogja mengusung manifesto urbansketch di kota Jogjakarta, sehingga tajuk yang dibawa kali ini adalah Pameran #ISJogja5th: Sketch Stories. Urbansketch adalah sebuah istilah subculture yang cukup muda dan seiring dengan perkembangannya niscaya terjadi diskusi-diskusi, yang hingga kini masih berlangsung. Urbansketch mau tidak mau harus bersinggungan dengan istilah sketch dan livesketch dalam definisi yang sudah mapan.
Live
sketch (sketsa langsung) sebagai manifesto yang dibawa
Indonesia’s Sketchers bisa dimaknai sebagai metode berkarya dalam
bentuk grafis (tentu diawali dengan
sketsa) untuk ‘menangkap’ objek secara langsung. Kegiatan live
sketching ini menuntut pengerjaan yang lama di suatu lokasi
dengan pengamatan yang lebih seksama. Dalam proses berkarya seperti
ini terjadi interaksi antara sketcher dengan objek sketsa, mulai dari
orang, benda, tumbuhan, hewan, bangunan atau bahkan interaksi juga
terjadi dengan perkembangan kota dimana proses sketsa berlangsung.
Hal ini tentu meninggalkan cerita-cerita yang berkesan dan beragam
bagi sketcher. Maka IS Jogja ingin berbagi kisah live sketching
yang dikemas dalam pameran Sketch Stories.
Ide awal
pameran Sketch Stories adalah mengemas segala pernak-pernik
urbansketch dan memperlihatkan proses belajar sketsa yang
perlahan-lahan hingga hasilnya bisa dilihat saat ini. Sekaligus
menjawab setiap pertanyaan yang sering dilontarkan setiap orang yang
tertarik dengan kegiatan kami. Misalnya: Kenapa tidak dipotret saja?
Kalau objeknya difoto trus digambar di rumah, boleh tidak?
Kami meminta peserta untuk mencantumkan cerita di setiap karya, dan hasilnya saya cukup suka. Sangat menarik dan sketsa tersebut terasa sangat personal, sketsa yang tak bisa lepas dari pribadi sketcher-nya. Pameran ini berhasil menempatkan kembali urbansketch ke dalam konsep visual diary maupun travel journal.
Kami meminta peserta untuk mencantumkan cerita di setiap karya, dan hasilnya saya cukup suka. Sangat menarik dan sketsa tersebut terasa sangat personal, sketsa yang tak bisa lepas dari pribadi sketcher-nya. Pameran ini berhasil menempatkan kembali urbansketch ke dalam konsep visual diary maupun travel journal.
Di sisi penyelenggaraan, saya
sangat terkesan dengan antusiasme teman-teman IS Jogja yang selalu
membantu meski bisa dikatakan persiapan kali ini cukup melelahkan. Karena penentuan tanggal
pameran yang berlarut-larut dan mundur jauh dari tanggal yang sudah
ditentukan pada awal perencanaan. Namun terlihat pengelolaan pameran yang
beranjak membaik dan teratur dari pameran sebelumnya. Meski repotnya
tetap sama dan beberapa hal harus diatasi secara reflek dan
individual.
Persiapan pameran |
Dari
pameran sebelumnya, Sketch Stories memakai metode yang sedikit
berbeda. Langkah awal pada pameran yang lampau, tempat maupun
tanggal sudah tersedia. Sedangkan pada Sketch Stories penentuan
tempat beriringan dengan persiapan yang lain, seperti perencanaan
anggaran, produksi merchandise, penentuan tema dan pemilihan
entitas pameran berprioritas tinggi maupun rendah.
Persiapan
pun berjalan dan kesulitan pertama muncul, selama 2 bulan Gayuh menjajaki banyak tempat yang potensial untuk pameran. Biaya sewa,
lokasi dan proses negosiasi menghambat laju persiapan serta penentuan
tanggal pameran. Untuk penentuan tempat pameran karena menyangkut
luas maupun bentuk ruang, beberapa kali saya menyanggah pendapat Gayuh. Di bagian ini kadang saya sulit bersepakat
dengan Gayuh. Maaf ya.
Biaya
sewa tempat yang berat, tarik ulur dengan rencana anggaran. Nana
membantu saya menyusun rencana anggaran secara detil dengan alokasi
yang tepat. Entah berapa kali saya harus minta Nana untuk optimisasi
anggaran. Menambah ini mengurangi itu, coret sebelah sini abaikan
bagian itu.
Hasilnya
jadi tabel dan angka-angka yang berhasil bikin mata saya lelah. Tak
bisa dipungkiri dana yang besar bisa dikatakan faktor penentu
mulusnya proses pameran, faktanya dana yang ada saat persiapan cukup
minim. Harusnya dari awal saya bilang: “Nana, we gonna do this
the old fashioned way. With low budget and maximum effort.
“ *Tapi tetep pakai bahasa Jawa sih
Di sisi lain
pengaturan dan pencatatan setiap alur belanja pameran dibantu oleh
Pipit. Yang sekaligus jadi sopir yang siap mengangkut karya dan
segala properti pameran dengan dibantu oleh Rendy. Dan Rendy juga
yang telah banyak membantu saat pameran berlangsung maupun
kegiatan-kegiatan sebelum pameran. Maaf ya, saya sudah merepotkan.
Saya
ucapkan banyak terima kasih kepada Cyndo, Uphie dan Mbak Idho yang
telah memproduksi totebag, sketchbook maupun t-shirt. Di tengah
tenggat waktu yang sedikit sudah mau meluangkan waktu di sela-sela
kesibukan. Dan saya harap Uphie tidak mabok lem saat harus
menyelesaikan 30an sketchbook itu sesuai jadwal.
Terimakasih
juga buat Mas Hendra, Mas Erick, Richo atas inisiatif bantuannya, tak
terbayang garingnya pameran tanpa bantuan kalian. Terima kasih
kepada Mas Septa, Pak Agus, Pak Ikhman, Pak Irwan, Heru, Nur Adhi,
Yoela, Rizky dan Nawank. Dan terimakasih untuk semua yang telah membantu, maaf jika ada yang terlewat saya sebutkan.
Kalian
lah energi pameran ini.
Saya
ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada peserta pameran yang
berkenan ikut serta berbagi cerita sketsa. Saya mohon maaf jika ada kesalahan, semoga kami
bisa menebus kesalahan tersebut. Terima kasih juga bagi pengunjung
pameran atas kedatangan maupun apresiasinya.
Selepas pameran ini, selepas ajang saling berbagi cerita sketsa dan tehniknya agaknya kita bisa melanjutkan proses berkarya yang lebih menggembirakan. Mengagumi sketsa yang lain sambil menantang diri sendiri untuk menciptakan karya yang setara maupun melampauinya.
Selepas pameran ini, selepas ajang saling berbagi cerita sketsa dan tehniknya agaknya kita bisa melanjutkan proses berkarya yang lebih menggembirakan. Mengagumi sketsa yang lain sambil menantang diri sendiri untuk menciptakan karya yang setara maupun melampauinya.
Urbansketch
merupakan gagasan yang dilontarkan oleh Gabriel Campanario karena
keinginannya menciptakan dokumentasi akan aktivitas di sekelilingnya
dalam karya sketsa. Ini tidak beda dengan musisi yang ingin
menciptakan musik, arsitek ingin menciptakan gedung, maupun mekanik
yang ingin menciptakan mesin. Tanpa keinginan mencipta dan berkarya,
bisa dibayangkan garingnya hidup manusia.
Sekilas saya teringat dengan
roman “Arus Balik” karangan Pram, disana Rama Cluring berkata:
“Kehidupan dan geloranya, dipimpin oleh cipta dan dimeriahkan oleh kerya mencipta.”
Salam Sketsa dan Terima kasih
Alaik Azizi
“Kehidupan dan geloranya, dipimpin oleh cipta dan dimeriahkan oleh kerya mencipta.”
Salam Sketsa dan Terima kasih
Alaik Azizi
*Hasil dokumentasi pameran #ISJogja5th: Sketch Stories bisa dilihat di sini
*Tulisan ini juga dimuat di blog IS Jogja
2 komentar:
alhamdulilah saya ikut seneng bacanya diberi kesempatan untuk belajar seni
Makasih mbak Evi sudah berkenan membaca postingan ini. Silakan bergabung dengan kegiatan IS Jogja, jika kamu berdomisili di Jogja.
makasih.
Posting Komentar