Sudah banyak yang tau kalo Malioboro cuma tempat perbelanjaan dan tempat nongkrong anak-anak muda.Asal tau saja ya, jalan ini menjadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia dan rakyat Jogja mempertahankan kemerdekaannya. Mari ikuti saya naik mesin waktu dan pergi ke masa lalu.....wuuussssshhh
Malioboro merupakan jalan yang membentang antara Tugu dan Keraton Yogyakarta. Ia merupakan bagian dari Kawasan Keraton Yogyakarta, yang mempunyai luas 14.000 m2.
Asal kata Malioboro disebutkan berbeda oleh beberapa sumber. Ada yang berpendapat Malioboro berasal dari nama seorang Jenderal Inggris yang bernama Malbourgh yang dinamai oleh Raffles ketika berkuasa di Yogyakarta pada jaman pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II. Ada juga yang menyebutkan asal kata Malio = menjadi Wali dan Umboro = mengembara, kalo dirangkai menjadi "Jadilah Wali yang Mengembara". Namun, ada juga yang menyebutkan bahwa Malioboro berasal dari kalimat Mulyane Saka Bebara, yang berarti Kemulyaan dan Kejayaan Hidup yang dicapai lewat laku keprihatinan. Hal itu sesuai dengan cita-cita Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Eeiitss..... perlu diingat ya, penyebutan aksen "o" pada Malioboro itu mirip bunyi "o" pada kata "Motor", bukan "o" pada penyebutan kata "Lokasi". Karena, pada bahasa Jawa jarang ada penyebutan "o" seperti penyebutan "Lokasi", contohnya kata Jawa yang pakai "o" itu seperti : "Ojo, Ngono, Opo, Nogo, Dhowo".
Nah, dibawah ini gerombolan sketcher yang berangkat "njajah" jalanan Malioboro.
Kemudian inilah hasil sketsa saya, cuma 2 karena menjelajahnya jalan kaki dan beberapa bangunannya memang sudah banyak yang beralih fungsi, selain itu memang keterbatasan ruang sehingga sulit cari angle yang tepat.
Perumahan “Taman Joewana”
Lokasi: Jl. Dagen
Perumahan
Taman Joewana (baca Yuwono) ada sejak 1938, didirikan pada masa
kolonial Belanda. Untuk mencapai tempat ini, anda harus masuk di tengah
pemukiman penduduk lokal di keramaian Malioboro. Tanah yang dihuni oleh
warga Arab, India, China, Belanda dan orang asing lainnya ini merupakan
tanah wakaf dari Keraton Yogyakarta.
Tanah
yg diwaqafkan oleh Kraton untuk pemukiman bangsa asing. Dulu merupakan
taman bunga, tapi sekarang sudah beralih fungsi menjadi lapangan tenis.
Yang unik ada pada pintu tamannya, berupa tangan mengepal diatas burung
hantu disertai gambar daun, serangga dan komodo (simbol-simbol ini
sangat asing bagi org jawa) kemudian juga terdapat tulisan aksara jawa
kuno. Di beberapa rumah disekitarnya kebanyakan memakai patung tangan
mengepal tersebut di halaman depannya. 02 Drawing pen on A5 paper. Alaik
Azizi.
Kediaman Kwan Nio Tio
Salah
satu bangunan di daerah pecinan. Bangunan ini memiliki corak Eropa
dibandingkan bangunan-bangunan di samping kanan-kirinya yang berbentuk
khas China yaitu bangunan 2 lantai yang sebelah bawah digunakan untuk
toko, sedangkan bagian atas untuk tempat tinggal. Di jalan Malioboro
juga ada bangunan yang serupa dengan bangunan ini, selain itu bentuk atap yang seperti ini banyak ditemukan di bangunan-bangunan tua di kota Magelang. 02 Drawing pen on A5
paper. Alaik Azizi
Sudah ah, capek ni jalan kaki. Ternyata Jogja memang bukan cuma Kota Pelajar, Kota Budaya tetapi juga Kota Perjuangan. Semakin kita mengetahui sejarah, semakin kita mengenal diri kita sendiri, semakin kita cinta negeri ini.
Sudah ah, capek ni jalan kaki. Ternyata Jogja memang bukan cuma Kota Pelajar, Kota Budaya tetapi juga Kota Perjuangan. Semakin kita mengetahui sejarah, semakin kita mengenal diri kita sendiri, semakin kita cinta negeri ini.
OK, untuk hasil sketsa yang lain bisa dilihat di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar