Jumat, 27 April 2012

Berkunjung ke Keraton Yogyakarta

Setelah sekian lama tinggal di Jogja, baru kali ini saya masuk ke Keraton alias kerajaan tempat tinggalnya Raja Jogjakarta. Jangan berpikir kalo namanya kerajaan itu selalu megah dan menjulang tinggi, tetapi memang kemegahan di Kraton Jogjakarta itu memang berbeda. Yah, mirip kopi hitam panas yang sangat nikmat diminum sedikit demi sedikit.


Dengan menyusuri Keraton, kita akan menemukan banyak perlambang. Maka, apabila Anda ingin kunjungan Keraton yang lebih mendalam, hubungilah orang Yogyakarta yang kira-kira bisa menerangkan simbol-simbol yang ada di sana. Mungkin butuh berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk menjelaskan simbol yang ada di Keraton Yogyakarta.Bahkan sebenarnya, simbol-simbol tersebut sudah ada dari puncak gunung Merapi, lanjut ke Tugu Golong Gilig, jalan Margo Utomo ( disebut juga jalan Mangkubumi), jalan Malioboro, jalan Margo Mulyo (disebut juga jalan Ahmad Yani) terus ke alun-alun utara, Kraton, alun-alun selatan hingga laut Selatan. Saya tak habis pikir, betapa jeniusnya orang yang merancangnya dan betapa luhurnya kebudayaan Jawa itu.


Apabila Anda tertarik untuk berburu sketsa di Keraton, Anda harus datang pagi. Keraton buka dari pukul setengah sembilan pagi sampai pukul 1 siang. Pada hari Jum’at lebih pendek, sampai pukul 11 siang.

Wisatawan Keraton umumnya masuk dan membeli loket lewat Kemandhungan Lor (Depan Jl. Rotowijayan). Kawasan ini biasa disebut Keben karena terdapat pohon Keben yang buahnya biasa digunakan untuk obat mata.
Di sebelah utara terdapat Regol atau pintu gerbang Brojonolo. Ia merupakan penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan. Regol ini biasanya dalam keadaan tertutup, dibuka pada saat acara resmi kerajaan. Beraja berarti senjata, sedangkan nala berarti hati. Di sinilah peserta Sketching&Sharing #11 berfoto bersama.



 
Nah, ini hasilnya...


Lonceng ini dibunyikan setiap satu jam oleh abdi dalem yang piket ( percaya tidak, sejak Keraton ini dibangun lonceng ini belum pernah berhenti berbunyi)—di Keraton Yogyakarta.
Drawing pen on A5 paper . Alaik Azizi.  


ah, ternyata cuma dapat satu, jalan-jalannya terlalu singkat nih.  Di dalam, saya sudah banyak mengagumi Keraton dan kesederhanaan para abdi dalemnya, serta ngobrol beberapa kali dengan abdi dalemnya. Yeahh, mungkin ini yang disebut "Tradisi hidup dalam modernisasi", saya suka Keraton Yogyakarta, saya suka Yogyakarta, dan saya suka kebudayaan Jawa.Kapan-kapan, saya mau lagi ke sini... Ayo, siapa yang mau ikut.


Untuk lebih lengkapnya, simak jalan-jalan sketcher di Keraton Yogyakarta disini.


Tidak ada komentar: