Kamis, 23 Oktober 2014

Urbansketch: Saksi Kota Itu Berbentuk Kertas

Urbansketch adalah sebuah subculture dari seni rupa yang muncul tahun 2007. Fenomena yang cukup unik karena menarik minat banyak orang terutama orang-orang yang sebenarnya kebanyakan tidak berprofesi sebagai seniman, illustrator maupun profesi lain yang berkaitan dengan menggambar.

Urbansketch diperkenalkan oleh Gabriel Campanario atau lebih dikenal dengan nama Gabi. Gabi adalah seorang berkebangsaan Spanyol yang kemudian pindah domisili karena harus bekerja di Seattle Times pada tahun 2006. Sebagai seorang pendatang , Gabi berkeinginan dan merasa harus untuk berkenalan dengan kota yang baru pertama kali didatanginya, dan medium yang digunakannya adalah livesketch yang bukan saja dilakukan di waktu senggang tetapi juga saat menjalani pekerjaannya sebagai jurnalis. Sehingga livesketch yang dilakukannya berkonsep “Jurnalistik Sketch”, sketch yang berisi informasi tentang objek sketsa dan bercerita tentang kehidupan nyata sebagaimana terjadi di hadapannya. Objek sketch masih di sekitar landmark dan kehidupan kota Seattle.

Di bawah ini adalah sketch dari Gabi, dimana dia memberikan keterangan pada beberapa objek.





Kemudian di tahun 2007 Gabi mengunggah sketsanya secara berkala ke galeri dunia maya bernama Flickr, yang selanjutnya diminati banyak orang dan dilakukan secara massif di banyak negara khususnya penduduk kota Seattle itu sendiri. Di tahun 2008 Gabi merilis sebuah kanal yang bernama urbansketchers.org. Kemudian dilanjutkan lagi pada tahun 2011 Gabi menerbitkan buku “The Art Of Urbansketching”, yang berisi sketsa dari berbagai belahan dunia selanjutnya diikuti oleh terbitnya banyak buku tentang livesketch dan catatan perjalanan dalam bentuk sketch.

Semakin berkembangnya urbansketch yang sebelumnya berkonsep “Jurnalistik Sketch” kemudian bergeser menjadi konsep “Graphic Diary” karena objek sketch juga ikut berkembang dan tidak melulu tentang landmark kota tetapi meluas hingga ke lingkungan dari sketcher itu sendiri, tempat makan favorit bahkan mainan anak. Sehingga kemudian sketch itu sendiri menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Urbansketch menggambarkan kejadian dalam kehidupan sehari-hari, kejadian-kejadian di lingkungan sekitar, landmark kota, bangunan, orang-orang, taman, pasar, pesawat, kereta dan mobil, toko-toko, café, apapun dan manapun yang terlihat terekam dalam buku-buku dan menjadi catatan sejarah visual kehidupan bagi sketcher.
Dan bagaimana cara untuk menjadi Urbansketcher? Sebenarnya sangat mudah sekali karena pada dasarnya manusia meyukai gambar dan cerita, sederhananya urbansketch adalah mencatat cerita dalam bentuk gambar.
  1. Menggambar di lokasi melihat objek secara langsung, dan bukan lewat referensi foto atau imajinasi.
  2. Bercerita tentang sekitar, tempat tinggal atau tentang catatan perjalanan.
  3. Dan tentunya media sketsa itu sendiri, yang sederhananya adalah kertas dan pena.
Untuk gaya sketsa apakah harus ekspresif atau impresionis sebenarnya tak terlalu masalah, karena urbansketch cukup fleksibel untuk hal ini. Fokus dari urbansketch terletak pada poin pertama, yaitu keharusan untuk menggambar objek secara langsung. Jadi jangan beranggapan kalo sketch itu harus bagus, bukan begitu karena ini tentang cerita apa yang kamu punya. Ini tentang mendokumentasikan hidup kamu dan lingkungan sekitarmu.

Jika kita merujuk pada gagasan awal Gabi yang memakai livesketch sebagai medium untuk mengenal kota maka hal ini tentu bisa diterapkan di kota lain dan oleh sketcher yang berdomisili di kota tersebut. Kota Jogja sendiri memiliki sejarah yang panjang, landmark kota yang menarik dan budaya yang adiluhung jika kita mau mencermatinya.

Baiklah, mari kita mulai dari jalan Malioboro hingga titik 0 kilometer. Landmark dari kota Jogja dan bagi kaum pendatang tempat ini bisa jadi awal yang bagus. Jalan sepanjang 1 kilometer ini merekam banyak sekali kisah sejarah awal kemerdekaan Republik Indonesia.
Dari peta yang sebelumnya sudah dipetakan oleh komunitas Greenmap jogja yaitu sebuah komunitas yang memetakan tempat dan memuat area aman untuk pejalan kaki, situs sejarah, tempat makan, pemukiman dan satwa atau tumbuhan yang tinggal disitu. Dari peta ini kemudian saya sederhanakan lagi dan saya ambil bagian situs sejarah yang ada di Malioboro. Sangat menarik karena di tengah citra Malioboro sebagai spot belanja dengan berbagai bentuk alat promosi yang semakin membenamkan wajah bangunan-bangunan lama yang seharusnya bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi kawasan ini, tersimpan banyak situs sejarah dan bangunan dengan gaya yang cukup menarik. 



Bisa dillihat ya, pada icon-icon yang berwarna merah tersebut adalah bangunan yang menjadi saksi sejarah bagi Jogja maupun Indonesia. Jumlah yang cukup banyak untuk jalan sepanjang 1 kilometer, dan akan sangat panjang jika saya harus jelaskan satu-persatu. Hei, apa kalian tidak tertantang untuk mencari tau? Saya sudah mencantumkan nama-namanya, kalian cuma tinggal mengetiknya di goggle. Mudah kan?

Untuk langgar Kalimantan atau disebut juga masjid Quwwatul Islam harus dicoret deh, soalnya bangunan tersebut rencananya akan diganti dengan bangunan baru. Hari Sabtu 11 Oktober 2014 yang lalu saya lihat bangunan ini sudah rata dengan tanah.

Beberapa bangunan tidak saya cantumkan karena data sejarah yang harus dicari dulu, sebagian malah dihancurkan dan yang lain cukup sulit ditemukan karena padatnya pemukiman di daerah ini dan sepertinya harus jalan kaki untuk menjelajahinya. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap situs sejarah yang kemudian bisa menghentikan penghancuran dan perusakan situs yang sebelum-sebelumnya sudah terjadi.

Livesketch memberikan waktu lebih untuk lebih mencermati bagian-bagian dari kawasan ini dengan seksama. Mengamati lebih detil pada objek, dan ikut merasakan keriuhan aktivitas di sekitar kemudian merekamnya dalam kertas. Livesketch juga membantu mendokumentasikan perubahan-perubahan lingkungan dan fungsi-fungsi bangunan yang terjadi . 

Mari kita lihat sketch yang mengambil spot di kawasan Malioboro.

Rumah Berundak, sketsa karya Pak Irwan Sukendra

Chemist Druggist dan 2 bangunan lain, sketsa karya Erick Eko Pramono

Pasar Beringharjo, sketsa karya Urip Tri Hasanah.

Gapura Kampung Ketandan, sketsa karya Adjie Setiawan

Gedung Societet, sketsa karya Niken Anggrek Wulan.

Pada akhirnya proses mengenal kota dan mempelajarinya dapat menumbuhkan tanggung jawab moral bagi orang yang tinggal. Untuk selanjutnya kita berharap adanya regulasi yang cukup kuat untuk melindungi cagar budaya dan menjadikan Jogja sebagai kota yang memang untuk manusia.

Sumber :

Tidak ada komentar: